Halo.
Tulisan ini mendiskusikan dasar teori pemodelan harga saham dan imbal hasil untuk perusahaan General Electric. Dari dasar teori, akan dilakukan pemodelan imbal hasil untuk periode 2006 – 2011, dengan proses rerata dan proses varian, model simetris dan asimetris. Dapat ditunjukkan bahwa periode 2008 – 2009 merupakan periode dengan volatilitas sangat tinggi dibandingkan dengan periode lainnya –dengan waktu-paruh persistensi selama 51 hari. Selain itu, pada periode yang dianalisis menunjukkan adanya leverage yang signifikan dan informasi negatif yang muncul di pasar akan menyebabkan gejolak harga saham yang lebih besar dibandingkan masuknya informasi positif. Lalu, dengan menggunakan model asimetris, validitasnya akan diuji dengan cara membandingkan antara pergerakan saham ramalan dan aktual.
Tulisan ini mendiskusikan dasar teori pemodelan harga saham dan imbal hasil untuk perusahaan General Electric. Dari dasar teori, akan dilakukan pemodelan imbal hasil untuk periode 2006 – 2011, dengan proses rerata dan proses varian, model simetris dan asimetris. Dapat ditunjukkan bahwa periode 2008 – 2009 merupakan periode dengan volatilitas sangat tinggi dibandingkan dengan periode lainnya –dengan waktu-paruh persistensi selama 51 hari. Selain itu, pada periode yang dianalisis menunjukkan adanya leverage yang signifikan dan informasi negatif yang muncul di pasar akan menyebabkan gejolak harga saham yang lebih besar dibandingkan masuknya informasi positif. Lalu, dengan menggunakan model asimetris, validitasnya akan diuji dengan cara membandingkan antara pergerakan saham ramalan dan aktual.
Stasioneritas Data dan White Noise
Syarat pertama suatu deret waktu dapat dimodelkan dalam teori ekonometri adalah deret tersebut harus memiliki sifat stasioner. Deret stasioner ditandai dengan ciri-ciri; rerata deret konstan E(yt) =μ, varian deret konstan E(yt − μ)(yt − μ) = σ2 < ∞, dan autokovarian yang juga konstan E(yt1 − μ)(yt2 − μ) = γt2−t1.
Uji Unit Root, Augmented Dickey-Fuller pada persamaan
yt
= φyt−1 + ut Persamaan (1)
dengan H0: φ = 1 dan
H1: φ < 1, dapat
digunakan untuk menentukan apakah suatu deret waktu stasioner atau tidak. Bila
nilai t-statistic-nya lebih kecil
daripada t-critical (nilai ini
tergantung pemilihan tingkat keyakinan α), maka hipotesa null dapat ditolak; data sudah stasioner. Selanjutnya, akan dilakukan diferensiasi pada deret tersebut sekali atau lebih hingga
diperoleh deret yang stasioner, untuk kemudian dapat masuk pada tahap pemodelan.
Konsep lain yang cukup penting adalah deret yang white noise. Ciri-cirinya adalah rerata dan
varian yang konstan E(yt) = μ,
var(yt ) = σ2, dan deret tersebut tidak autokovarian, kecuali pada lag
nol γt−r = σ2
bila t = r, selain itu γt−r = 0. Agar suatu
pemodelan dapat digunakan dalam analisis dan pengambilan kesimpulan, residu dari model tersebut harus memiliki sifat white noise.
Model Regresi Klasik
Pada prinsipnya, struktur persamaan yang diberikan oleh [1] dan digunakan dalam analisis kali ini adalah
yt
= β1 + β3x3t + · · · +βk xkt
+ ut dimana ut ~ N(0,σ2) Persamaan (2)
atau dalam bentuk matrik
y
= Xβ + u Persamaan (3)
dimana y berukuran T x 1, X berukuran T x k, β
berukuran k x 1, dan u berukuran T x 1. Selanjutnya, koefisien estimasi β dihitung dengan persamaan
Persamaan (4)
Untuk kemudahan, perangkat lunak EViews akan
digunakan untuk melakukan estimasi parameter seperti pada persamaan (4) diatas.
Proses Autoregresive (AR) dan Moving Average (MA) dan Metodologi Box-Jenkins
Kelas pemodelan deret waktu yang paling sederhana adalah proses moving average. Misalkan u1 (t = 1,2,3,…) merupakan
proses white noise dengan E(ut) = 0
dan var(ut) = σ2. Maka,
yt = μ + ut + θ1ut−1
+ θ2ut−2 +· · ·+θqut−q Persamaan (5)
merupakan persamaan moving
average orde ke-q dan disimbolkan
dengan MA(q) [1]. Persamaan ini menggambarkan bahwa nilai suatu deret pada
waktu tertentu memiliki rerata sebesar μ
dan merupakan fungsi galat white noise pada lags sebelumnya.
Disisi yang lain, persamaan autoregressive
adalah persamaan dimana nilai pada suatu waktu yt bergantung pada nilai pada lags sebelumnya yt-p.
Persamaan matematis model AR orde ke-p
adalah
yt = μ + φ1 yt−1
+ φ2 yt−2 +· · ·+φp yt−p + ut Persamaan (6)
dimana ut
merupakan suku galat.
Adalah hal yang
umum dalam pemodelan pergerakan harga dan imbal hasil saham dengan menggunakan
model AR dan/atau MA. Dan pendekatan yang diberikan oleh Box dan Jenkins pada
tahun 1976 hingga saat ini masih sering dijadikan acuan karena dianggap praktis dan pragmatis. Pendekatan Box-Jenkins dapat
dijelaskan sebagai berikut.
Pertama kali,
tentukan orde p,q yang dibutuhkan pada pemodelan sedemikian sehingga dapat menggambarkan dengan baik informasi yang ada dalam data. Visualisasi
seperti korelogram dan perbandingan acf dan pacf dapat membantu dalam hal ini.
Langkah kedua
adalah melakukan estimasi parameter model sebagaimana yang telah ditentukan
pada langkah pertama tadi. Estimasi dapat menggunakan teknik least square atau maximum likelihood.
Langkah terakhir
–dan merupakan tahapan yang paling penting adalah pemeriksaan model; menentukan
apakah model yang dihasilkan cukup baik dalam mewakili data. Box dan Jenkins
menyarankan dua metode, yaitu overvitting
dan diagnosa galat. Overvitting
adalah memperbesar struktur pemodelan melebihi apa yang diperlukan untuk
memodelkan data. Apabila penambahan struktur ini tetap tidak mampu menghasilkan
parameter yang signifikan, maka model awal tersebut sudah cukup baik. Diagnosa
galat adalah melakukan pemeriksaan pada karakter yang ada dalam deret galat,
apakah sudah memenuhi ciri-ciri white
noise atau belum.
Pemodelan Volatilitas
Sejauh ini,
pemodelan yang telah dijelaskan menganggap
bahwa varian suku galat pada persamaan rerata (5) dan (6) adalah konstan. [2] dan [3] berpendapat bahwa varian ini tidak konstan; tapi berubah-ubah
sepanjang waktu sehingga perlu dimodelkan.
Untuk mengetahui apakah suatu deret waktu
memiliki varian yang berubah-ubah sepanjang waktu, uji ARCH effect dapat digunakan. Langkah pertama,
lakukan estimasi parameter dengan regresi linear seperti biasa. Dari deret residu
ut yang dihasilkan,
lakukan regresi untuk model sebagai berikut
u2t = γ0 +
γ1u2t −1 + γ2u2t −2
+· · ·+γqu2t –q + vt Persamaan (7)
Dengan mendefinisikan
TR2 sebagai perkalian antara jumlah pengamatan dan koefisien
korelasi serta mengacu pada distribusi χ(derajat kebebasan = q), dapat
ditentukan apakah H0: {γ1
= 0 dan γ2 = 0 dan . .
. dan γq = 0} atau H1
{γ1 ≠ 0 atau γ2 ≠ 0 atau ... atau γq ≠ 0} yang tidak dapat
ditolak.
Salah satu model non-linear yang banyak
digunakan di bidang keuangan adalah model ARCH (kepanjangan dari Autoregressive Conditional
Heteroscedasticity). Salah satu fitur dari model ini adalah kemampuannya
dalam memodelkan leptokurtosis dan volatility clustering. Persamaan
matematisnya adalah
yt = β1 + β2x2t
+… + βnxnt + ut dimana ut ∼ N(0, σt2) Persamaan (8.a)
dan σt2 didefinisikan
sebagai
σt2 = α0 +
α1u2t −1 + α2u2t −2
+· · ·+αqu2t –q Persamaan (8.b)
Bandingkan persamaan
(2) dengan persamaan (8.a) diatas. Pada persamaan (2), suku residu masih
berdistribusi normal, namun sekarang merupakan fungsi dari waktu.
Bentuk lain dari pemodelan non-konstan
varian adalah Generalized ARCH
(GARCH). Model ini beranggapan bahwa varian pada suatu waktu merupakan fungsi
dari varian pada waktu-waktu sebelumnya. Model matematisnya adalah sebagai
berikut.
yt = β1 + β2x2t
+… + βnxnt + ut dimana ut ∼ N(0, σt2) Persamaan (9.a)
σ2t = α0 +
α1u2t −1 + βσ2t−1 Persamaan (9.b)
Persamaan (9)
disebut sebagai persamaan GARCH(1,1) karena terdiri dari suku kuadrat galat lag 1 dan suku kuadrat varian lag 1.
Meskipun model yang
diberikan pada persamaan (8) dan (9) telah mengakomodasi non-linearitas pada
suatu peubah keuangan, kekurangan utamanya adalah model tersebut masih
menganggap bahwa gerakan harga saham dan imbal hasil akan memberikan respon
yang sama apabila diberikan informasi negatif maupun informasi positif. Di
bidang keuangan, fenomena ini disebut sebagai leverage effect. Dijelaskan di [1], apabila harga saham jatuh, maka
rasio utang terhadap ekuitas akan bertambah. Bagi investor, hal ini meningkat resiko investasi.
Untuk mengakomodasi
ketidaksimetrisan gerakan harga saham dan imbal hasil terhadap informasi
negatif dan positif, terdapat dua model utama yang akan digunakan dalam tulisan
ini. Yang pertama adalah model GJR, dengan persamaan matematis sebagai berikut.
σ2t = α0 + α1u2t
−1 + βσ2t−1 + γGJR u2t
−1It−1 Persamaan
(10)
dimana It−1 = 1 bila ut−1 < 0. Bila tidak, It−1 = 0. Untuk deret yang
memiliki leverage effect, γGJR
> 0.
Model yang kedua
adalah EGARCH, dengan persamaan matematis sebagai berikut.
Persamaan
(11)
Pada persamaan ini, ketidaksimetrisan ditunjukkan dengan γ < 0.
Pada pemodelan proses, analisis akan
dilakukan untuk imbal hasil di tiga periode, yaitu
2006 – 2007, 2008 – 2009, dan 2010 – 2011. Untuk menguji kemampuan model
meramalkan harga saham perusahaan pada sepanjang tahun 2012, akan digunakan
model pada periode terdekat, yaitu 2010 – 2011. Selain itu, seluruh analisis
menggunakan tingkat kesalahan α 5% kecuali disebutkan lain.
Proses Rerata
Sebelum memulai
pemodelan proses rerata, langkah pertama adalah mencari bentuk data saham yang
memiliki sifat stasioner. Hasil uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) terhadap
harga saham perusahaan menunjukkan bahwa data harga saham untuk ketiga periode tidak stasioner dan memerlukan satu kali
diferensiasi untuk dapat memulai pemodelan. Diferensiasi sekali ini tidak lain merupakan imbal hasil saham.
Table 1: Uji Stasioner Dickey-Fuller,
t-critical -3.9758 pada α 5%
Periode
|
Data Level
|
Diferensiasi Sekali
|
||
t-Statistic
|
Prob
|
t-Statistic
|
Prob
|
|
2006 – 2007
|
-3.0635
|
0.1163
|
-23.3639
|
0.0000
|
2008 – 2009
|
-1.2182
|
0.9050
|
-25.2496
|
0.0000
|
2010 – 2011
|
-2.0553
|
0.5690
|
-22.4946
|
0.0000
|
Struktur utama untuk proses rerata yang akan digunakan adalah Autoregressive (AR) dan Moving Average (MA). Struktur rerata
ARMA ini menunjukkan korelasi antara imbal hasil pada suatu hari dengan imbal
hasil dan galat imbal hasil pada hari-hari sebelumnya (lag). Signifikansi informasi pada hari-hari sebelumnya dapat
ditunjukkan melalui visualisasi korelogram untuk lag yang bersesuaian.
Berikut dirangkum struktur ARMA untuk ketiga periode, sebagai berikut.
Table 2: Persamaan matematis pemodelan
rerata. Nilai-p ditunjukkan dalam kurung tutup.
Periode
|
Model Rerata
|
Catatan
|
2006 – 2007
|
r = -0.0001 + ε
(0.80)
|
Persamaan (a)
|
2008 – 2009
|
r = -0.0017 + ε
(0.25)
|
Persamaan (b)
|
2010 – 2011
|
r = -0.0003 + ε
(0.68)
|
Persamaan (c)
|
Dari tabel diatas, nampak bahwa pada periode 2006 – 2007
dan 2010 – 2011, data level pergerakan saham sudah white-noise. Ini berarti, peubah AR dan MA tidak mampu lagi menjelaskan apa ‘yang
ada’ di dalam deret waktu. Dengan kata lain, sudah tidak terdapat informasi di dalam harga saham
terdahulu yang dapat digunakan untuk memodelkan dinamika saham pada periode
tersebut. Sedangkan untuk periode 2010 – 2011, evaluasi awal
pada korelogram menunjukkan struktur ARMA yang signifikan memerlukan informasi imbal hasil pada lag ketiga. Namun pada analisis non-linear, ditemukan bahwa struktur tersebut tidak
signifikan, menyisakan konstantan C
sebesar 0.0003 pada persamaan rerata dan residu tetap white noise.
Proses Varian
Setelah proses rerata dilakukan dan menghasilkan struktur persamaan dengan
residu yang white noise, langkah
selanjutnya adalah menentukan apakah kuadrat residu u2t pada persamaan merupakan fungsi dari waktu. Hal ini penting
dilakukan mengingat bahwa asumsi yang mendasari pemodelan rerata adalah bahwa
varians dari residu tersebut memiliki varians yang tidak berubah-ubah (konstan)
dan residu pada suatu hari tidak memiliki korelasi dengan residu-residu pada
hari-hari sebelumnya. Apabila yang terjadi sebaliknya, maka diperlukan
persamaan tambahan yang dapat menggambarkan secara lebih baik, dinamika dari
varians residu σ2t.
Evaluasi atas ada tidaknya heteroskedastik pada deret kuadrat residu,
dapat dilakukan dengan melihat korelogram kuadrat residu (apendiks C). Selain
itu, uji heteroskedastik dengan jenis uji ARCH dapat digunakan untuk tujuan
yang sama. Perhatikan tabel 3 dibawah.
Table 3: Uji heteroskedastik
jenis ARCH. A adalah pemodelan rerata saja. B
adalah pemodelan rerata dan varian
Periode
|
Prob. F(6,508)
|
Prob. Chi-Square(6)
|
||
A
|
B
|
A
|
B
|
|
2006 – 2007
|
0.0000
|
0.9526
|
0.0000
|
0.9516
|
2008 – 2009
|
0.0000
|
0.9805
|
0.0000
|
0.9801
|
2010 – 2011
|
0.0000
|
0.8145
|
0.0000
|
0.8119
|
Tabel 3 diatas membandingkan hasil uji heteroskedastik kuadrat residu dari
persamaan rerata saja (kolom A) dan kuadrat residu dari persamaan rerata dan
varian (kolom B). Dari hasil diatas –yang juga sesuai dengan analisis
korelogram kuadrat residu (apendiks C), terlihat pada kolom A bahwa kuadrat
residu pada proses rerata sangat heteroskedastik –ditandai dengan probabilitas F dan Chi-Square yang dibawah α/2. Pemodelan varian dengan
struktur GARCH(1,1) untuk periode 2006 – 2007 dan 2008 – 2009 serta GARCH(2,1)
untuk periode 2010 – 2011 dapat menghasilkan model dengan residu yang white noise. Kolom B pada tabel 3 diatas
merupakan hasil uji heteroskedastik dengan menggunakan model lengkap sebagaimana
disarikan pada tabel 4 dibawah.
Table 4: Persamaan matematis pemodelan
simetris GARCH. Nilai-p ditunjukkan pada
kurung tutup
2006 – 2007
|
2008 – 2009
|
2010 – 2011
|
|
Proses Rerata
|
|||
C
|
0.000138
(0.739)
|
-0.001852
(0.103)
|
0.001023
(0.1246)
|
Proses Varian
|
|||
C
|
7.21E-6
(0.000)
|
1.99E-5
(0.010)
|
3.24E-5
(0.000)
|
α1
|
0.08148
(0.000)
|
0.10838
(0.000)
|
-0.02570
(0.242)
|
α2
|
N/A
|
N/A
|
0.13072
(0.000)
|
β
|
0.84176
(0.000)
|
0.87807
(0.000)
|
0.79083
(0.000)
|
Persistence
α1+ α2+ β
|
0.92324
|
0.98645
|
0.89585
|
Waktu-paruh
ln0.5/ln(α1+ α2+
β)
|
9 hari
|
51 hari
|
6 hari
|
Dari tabel 4, juga dapat disimpulkan bahwa volatilitas saham perusahaan
dalam kurun waktu 2008 – 2009 merupakan yang tertinggi, diikuti dengan
volatilitas dalam kurun waktu 2006 – 2007 kemudian 2010 – 2011.
Persamaan pada tabel 4 diatas merupakan persamaan simetris, dimana
pergerakan imbal hasil akan sama apabila dipaparkan terhadap informasi negatif
maupun informasi positif. Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya
bahwa kenyataan di lapangan menunjukkan peubah keuangan memiliki sifat yang
tidak simetris.
Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan perilaku imbal hasil terhadap
informasi negatif dibandingkan dengan informasi positif, berikut akan dilakukan
pemodelan GJR atau EGARCH (akan dipilih satu, mana yang memiliki AIC terendah).
Table 5: Pemodelan EGARCH.
Nilai-p ditunjukkan dalam kurung
tutup
2006 – 2007
|
2008 – 2009
|
2010 – 2011
|
|
Proses rerata
|
|||
C
|
0.000222
(0.5905)
|
-0.001599
(0.1597)
|
0.000443
(0.5373)
|
Proses varian
|
|||
ω
|
-0.707400
(0.0003)
|
-0.293108
(0.0002)
|
-0.644634
(0.0000)
|
α
|
0.148612
(0.0001)
|
0.165787
(0.0001)
|
0.096953
(0.0112)
|
γ
|
-0.032900
(0.1756)
|
-0.065104
(0.0037)
|
-0.124790
(0.0000)
|
β
|
0.936106
(0.0000)
|
0.975645
(0.0000)
|
0.929810
(0.0000)
|
AIC
|
-6.487485
|
-4.233948
|
-5.291227
|
Dengan membandingkan Akaike’s Information Criteria (AIC) untuk
model EGARCH (tabel 5) dan model GJR (tabel 6) pada masing-masing periode, dapat disimpulkan bahwa model EGARCH lebih dapat merepresentasikan dinamika imbal hasil pada
periode 2008 – 2009. Sedangkan pada periode 2006 – 2007 dan 2010 – 2011, model
GJR lebih dapat merepresentasikan dinamika imbal hasil perusahaan.
Table 6: Pemodelan GJR. Nilai-p ditunjukkan dalam kurung
tutup.
2006 – 2007
|
2008 – 2009
|
2010 – 2011
|
|
Proses rerata
|
|||
C
|
9.38E-5
(0.8203)
|
-0.002107
(0.0814)
|
0.000641
(0.3716)
|
Proses varian
|
|||
α0
|
6.9E-6
(0.0005)
|
2.39E-5
(0.0077)
|
1.57E-5
(0.0000)
|
α1
|
0.058756
(0.0180)
|
0.072529
(0.0172)
|
-0.016021
(0.1749)
|
γ
|
0.037171
(0.3254)
|
0.061966
(0.0599)
|
0.118690
(0.0000)
|
β
|
0.849349
(0.0000)
|
0.876799
(0.0000)
|
0.902811
(0.0000)
|
AIC
|
-6.491290
|
-4.217983
|
-5.294077
|
Peramalan
Mungkin hal terpenting dari pemodelan dinamika peubah keuangan adalah
bagaimana model matematis tersebut dapat membantu memperkirakan pergerakan
peubah keuangan di masa yang akan datang. Kerangka kerja utamanya adalah dengan
menggunakan harga saham dan imbal hasil pada rentang waktu
sebelumnya, dapat diramalkan bagaimana kemungkinan pergerakan imbal hasil dan
harga saham pada rentang waktu di depan.
Dalam hal ini, pemodelan pada periode 2010 – 2011 akan digunakan untuk
meramalkan pergerakan imbal hasil dan harga saham sepanjang tahun 2012 (sebenarnya tidak benar-benar diramalkan, karena
tahun tersebut juga telah lewat). Model yang akan digunakan
adalah model asimetris GJR (Tabel 6 kolom paling kanan) karena lebih mendekati
kenyataan yang ada pada tahun 2012 tersebut, dimana unsur leverage sangat signifikan. Hasilnya adalah sebagai berikut,
Gambar 1: Model GJR menggunakan
periode 2010 – 2011 digunakan untuk
meramalkan pergerakan imbal hasil di 2012. Area yang diarsis adalah rentang
±2SE
Dari pergerakan imbal hasil pada gambar 1, pergerakan harga saham dapat diperoleh dengan cara melakukan integrasi
sekali (karena diawal analisis telah dilakukan diferensiasi
sekali) terhadap model asimetris GJR tersebut. Secara empiris, EViews dapat
mengeluarkan deret imbal hasil dan galat standar ramalan, karena itu proses integrasi dapat dengan mudah dilakukan. Hasilnya adalah sebagai berikut.
Gambar 2: Perbandingan gerakan
saham aktual dan ramalan
Dari gambar 2 diatas, terlihat bahwa model GRJ yang
menggunakan sampel 2010 – 2011 cukup baik dalam meramalkan gerakan saham di
tahun 2012, utamanya pada periode Mei – Juli 2012 dan Desember 2012, kecuali
perbedaan yang sangat mencolok disekitar April dan Oktober 2012. Perlu dicatat
bahwa ekspektasi
rerata imbal hasil sepanjang 2012 adalah berupa konstanta sehingga hasil integrasinya adalah pergerakan
harga saham yang merupakan garis lurus dengan kemiringan
sebesar +0.000641. Area yang diarsir merupakan batas
atas dan bawah sebesar dua kali galat-standar.
Diskusi
Beberapa hal patut untuk didiskusikan disini. Sebagaimana telah dijelaskan
pada bagian pendahuluan, bahwa proses pemodelan peubah keuangan, dari proses
rerata hingga proses varian merupakan proses yang (bisa jadi) berulang-ulang.
Saat struktur arma telah ditentukan dan memberikan residu yang white noise, ada
kemungkinan struktur ini tidak dapat digunakan pada pemodelan varians tanpa
memunculkan korelasi pada proses rerata dan/atau heteroskedastis pada proses
varian. Sebagai contoh pada periode 2010 – 2011, analisis korelogram imbal
hasil menunjukkan hubungan pada AR(3) dan MA(3). Namun pada saat pemodelan
varian, residu yang white noise (dalam hal ini, sudah homoskedastik) hanya
dapat dihasilkan apabila struktur AR dan MA tersebut dihilangkan dan menyisakan
konstanta.
Untuk ketiga rentang waktu yang dianalisis, proses reratanya seluruhnya
menunjukkan adanya heteroskedastisitas pada residu. Dan dengan menggunakan
struktur GARCH, memang tampak bahwa varian residu tidak konstan dan merupakan
fungsi dari residu dan varian itu sendiri. Terlihat pada tabel 4 diatas bahwa
periode 2008 – 2009 menunjukkan volatilitas imbal hasil yang sangat tinggi
–dengan waktu-paruh selama 50 hari, sangat tinggi dibandingkan dengan periode
sebelum dan sesudahnya, masing-masing 9 hari dan 5 hari. Pada rentang waktu
tersebut, dunia sedang mengalami krisis keuangan global, khususnya di bidang perbankan
di Amerika Serikat.
Kenyataannya adalah bahwa setengah dari keuntungan yang diperoleh perusahaan
di tahun-tahun sebelumnya berasal dari General Electric Capital, anak perusahaan
yang dimiliki 100%, dan melakukan pendanaan hampir keseluruh jenis layanan
keuangan, mulai dari penyewaan mobil di Eropa hingga investasi perumahaan
komersil di Florida, Amerika Serikat. Perusahaan ini juga memiliki aset hampir
1,800 pesawat komersil dan menyewakannya ke sekitar 225 perusahaan penerbangan.
RUJUKAN
- Brooks, C., “Introductory Econometrics for Finance, Second Edition”. 2008. Cambridge University Press.
- Luetkepohl, H., “New Introduction to Multiple Time Series Analysis”. 2005. Springer-Verlag
- Nicholas, A., Sophia, E., “Stock returns and volatility: Evidence from the Athens Stock Market Index”. 2001. Journal of Economics and Finance